Pages

Tuesday, November 22, 2011

Ketidaksejahteraan Hidup Para Atlet di Indonesia

Ketidakesejahteraan Hidup Para Mantan Atlet di Indonesia
Topik: Memahami Hak Asasi Manusia
Sejenak yang terlintas dipikiran kita saat               kita mendengar kata ‘olahraga’ adalah atlet. Atlet yang yang profosional dalam suatu cabang olahraga tentunya harus rela mengorbankan waktunya demi membela Negara dan bangsanya.
                Untuk menjadi seorang atlet sangatlah susah, harus mempunyai bakat dan minat dalam sebuah bidang olahraga tentunya harus memiliki latar belakang pendidikan yang baik yang bisa mendukung ia dalam membentuk sebuah prestasi dalam bidang olahraga tersebut. Tetapi banyak juga atlet yang tidak memiliki latar pendidikan yang baik, namun mempunyai bakat yang sangat bagus.
Sebagai warga Negara Indonesia, kita patut berbangga akan prestasi-prestasi yang telah dicapai oleh para atlet di Negara ini yang telah mempertaruhkan hidupnya untuk membela dan mengharumkan nama Negara ini. Tetapi sayang masih banyak para mantan atlet Indonesia yang tidak memeliki kehidupan yang sejahtera setelah pensiun, yang pada kenyataannya bisa ditemukan dilingkungan sekitar. Sebagai manusia para mantan atlet juga membutuhkan hak untuk hidup yang sejahtera dimana termasuk dalam Ham Asasi Manusia sebagaimana terdapat dalam pasal 28 ayat 1.
                Prestasi Olahraga Indonesia sekarang juga sudah mulai merosot di mata dunia, jika hal ini dibiarkan tanpa ada tindakan dari  berbagai pihak yang terkait, termasuk masyarakat Indonesia olahraga di Indonesia akan mengalami kemunduran dan hanya dipandang sebelah mata oleh Negara-negara lain. Hal ini dikarenakan timbulnya berbagai masalah termasuk masalah yang berhubungan dengan atlet yang dimiliki Negara ini.
                Berbicara mengenai atlet, masih banyak para pensiunan atlet yang hidupnya kurang mendapat perhatian dari pemerintah dengan kata lain hidup mereka tidak sejahtera. Jika diingat-ingat mereka telah berjuang demi bangsa dan Negara ini, namun apa balasan dari pemerintah atas pengorbanan mereka?
Pertengahan Februari lalu, Indonesia kehilangan bekas petinju terbaik tingkat amatir dan profesional, Rachman Kilikili. Rachman ditemukan tewas gantung diri lantaran stres tak kunjung beroleh pekerjaan. Tragedi Rachman hanya potret kecil naasnya nasib atlet selepas masa jaya mereka. [kabarindonesia.com (maret 2007) accesed nov 21, 2011]
Betapa malangnya nasib dari atlet petinju, Rachman Kilikili. Dari kasus di atas Rachman menjadi stres lantaran tidak mendapatkan perkerjaan sehingga ia nekat untuk gantung diri, padahal kalau dilihat dari prestasinya, ia adalah seorang petinju yang professional dan memiliki banyak penghargaan dimana dia bertarung untuk mengharumkan nama Negara dan bangsa Indonesia. Masalah dan kasus yang dialami oleh Rachman bukanlah yang pertama kali, masih banyak yang lebih tragis dari dari masalah ini.
Dari kasus tersebut bisa kita lihat kelalaian dari pemerintah dalam mensejahterakan kehidupan para mantan atlet berprestasi. Banyak pertanyaan yang timbul dari masyarakat apabila mereka mendegar masalah di atas, mengapa hal seperti itu terjadi? Dimana peran pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut? Kita sebagai warga Negara Indonesia juga harus bertindak untuk mengatasi masalah tersebut, entah bagaimana caranya. Kita juga tidak boleh sepenuhnya menyalahkan pemerintah, kita hanya butuh introspeksi diri masing-masing dan berpikir lebih terang dan bijaksana bagaimana menyelesaikan masalah tersebut.
"Mereka hanya perhatikan atlet yang lagi dipakai. atlet yang sebelumnya mereka ga pernah care ga pernah perduli. istilahnya yang mewakili sebelum tim itu ada mereka sudah ga ingat lagi.  Kadang kita juga merasa sakit." [kabarindonesia.com (maret 2007) accesed nov 21, 2011]. Begitulah salah satu pendapat masyarakat tentang para mantan atlet yang tidak dipedulikan lagi oleh permerintah.
Namun pemerintah tetap bersikeras bahwa mereka telah melakukan hal yang bisa mensejahterakan hidup para pensiunan atlet seperti yang dikatakan Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault mengatakan, untuk kesejahteraan atlet, pemerintah akan mengupayakan dana jaminan hidup bagi mereka. "Kan ada undang-undangnya tinggal diterjemahkan dalam bentuk anggaran kemudian diajukan ke dpr kita sekarang sedang mau melihat dan menata atlet-atlet yang berprestasi, nanti bentuknya adalah jaminan hidup." [kabarindonesia.com (maret 2007) accesed nov 21, 2011]. Hal yang disampaikan oleh Adhyaksa Dault terbukti bahwa pemerintah hanya memperhatikan atlet yang lagi dipakai saja. Lalu upaya apa saja yang sudah dilakukan pemerintah untuk mengatasi para mantan atlet yang hidupnya terombang-ambing karena tidak mendapatkan pekerjaan? Sejauh ini belum terlihat upaya tersebut, pemerintah hanya bejanji dan berjanji namun tidak ada satu upaya pun yang dilakukan.
Selain kasus Rachman Kilikili, ada seorang mantan atlet  balap sepeda, Suharto peraih medali emas Sea Games 1979, kini harus rela berjuang hidup sebagai pengayuh becak. Seperti dilansir lingkarberita.com, pria yang kini berusia 59 tahun itu, pernah meraih medali emas SEA Games nomor Team Time Trial (TTT) 1979 di Kuala Lumpur, medali Perak Tour de ISSI 1977, perunggu pada ROC International Cycling Invitation di China 1977, medali emas Wali Kota Jakarta Utara Cup, perak PON IX/1977 dan sejumlah balapan tingkat nasional lainnya. [sosok.kompasiana.com (nov 10, 2011) accesed nov 21, 2011]. Orang-orang yang membaca artikel tersebut pasti sangat terkejut dengan berita yang ada, bagaimana tidak? Seorang atlet berprestasi bagi Negaranya dulu kini hanya menjadi seorang pangayuh becak demi menghidupi kebutuhan hidupnya. Kembali lagi kepada upaya pemerintah, apa yang harus mereka lakukan?
Peran pemerintah sangat sedikit dan hampir tidak terlihat sama sekali, justru dari pihak-pihak swasta yang lebih menonjol upayanya dalam memperhatikan para mantan atlet yang hidupnya kurang beruntung seperti Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI). pihak-pihak seperti inilah yang akan memberikan perhatian lebih untuk membantu kehidupan mantan olahragawan yang memprihatinkan di masa tuanya.
Untuk itu kita perlu mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh yayasan-yayasan yang sangat peduli terhadap mantan atlet yang terlantar hidupnya. Sebenarnya para mantan atlet yang kehidupan masa pensiunnya memprihatinkan pun perlu diberdayakan untuk kemajuan olahraga di Indonesia. Mereka dapat menjadi pelatih, sehingga dapat menurunkan apa yang didapat dari pengalaman berkarir di dunia olahraga, dan di lain sisi mereka juga dapat diberikan pembinaan dan kesempatan untuk sukses di bidang lain. Kita cuma bisa berharap agar pemerintah bisa lebih peduli terhadap para mantan atlet dan melakukan upaya-upaya yang bisa mensejahterakan hidup mereka.

Balgis Inayah
Industrial Engineering
1112003020

Saturday, November 12, 2011

Potret Pendidikan di Indonesia

Potret Pendidikan di Indonesia
Topik: Memahami Hak Asasi manusia
Pendidikan adalah pilar utama dalam kemajuan suatu bangsa dan Negara. Tanpa pendidikan Negara itu akan hancur. Suatu Negara bisa dikatakan maju apabila pendidikannya berkembang pesat dan memadai sehingga perlu suatu sistem yang bagus dan berkualitas untuk mengatasi pendidikan dinegara itu sendiri. Sebagai manusia kita berhak untuk mendapatkan pendidikan, dimana hak untuk mendapatkan pendidikan merupakan salah satu contoh dari Hak Asasi Manusia.
Adapun hak untuk memperoleh pendidikan tertuang dalam Undang - Undang Dasar 1945 pasal 31, yaitu:
  1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
  2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
  3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
  4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
  5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban  serta kesejahteraan umat manusia.
Sebagai manusia tentunya ingin mendapatkan kesejahteraan dalam hidupnya, memenuhi kehidupannya dengan layak, meningkatkan kualitas hidupnya. Semuanya bisa didapat tentunya dengan memperjuangkan hak-haknya seperti yang tertera pada pasal 31 di atas, yaitu hak untuk mendapatkan pendidikan atau ilmu pengetahuan yang didapat dari lembaga pendidikan secara formal atau media teknologi atau dari lingkungan sekitar misalnya adat budaya, mempelajari seni daerah.
Meskipun pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 sudah dicantumkan tentang anggaran pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tapi masih saja muncul berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan itu sendiri yang sangat memprihatinkan.
Adanya dugaan penyelewengan dana oleh Dinas Pendidikan Tanggerang selatan pernah diusut oleh mahasiswa  yang tergabung dalam Komisariat Himpunan Mahasiswa Islam Pamulang. Koordinator aksi mereka menyebutkan bahwa berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan 2010 menduga penyimpangan anggaran pendidikan di dinas pendidikan Tangerang Selatan sebesar Rp 286 Juta rupiah, Namun, temuan tersebut hingga kini tidak ditindalanjuti sama sekali baik oleh Pemerintah Tangerang Selatan maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tangerang Selatan. [tempointeraktif.com (July 4, 2011) accessed Nov 7, 2011]
Dari masalah di atas bisa dikatakan bahwa Dinas Pendidikan Tanggerang telah melanggar isi pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945, dimana seharusnya pemerintah memberikan anggaran pendidikan dari pendapatan Negara untuk penyelenggaraan pendidikan nasional bukan memakai atau menyimpan anggaran tersebut untuk kepentingan sendiri. Dan masalah ini tidak ditindak lanjuti secara serius oleh pemerintah setempat. Kita sebagai mahasiswa tentu prihatin dengan masalah ini, pemerintah seharusnya melindungi bangsa dan negaranya bukan melanggar aturan-aturan yang ada dimana bisa merugikan dan menjelekkan nama negaranya sendiri.
Selain masalah tentang penyelewengan dana pendidikan oleh pemerintah, ada masalah yang sangat memprihatinkan yaitu kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut [meilanikasim.wordpress.com (2009) accesed nov 7, 2011]. Contoh ketidakmerataan pendidikan bisa kita lihat sendiri dengan kenyataan yang ada, masih banyak anak-anak terlantar yang putus sekolah atau bahkan sama sekali tidak mengecap dunia pendidikan. Alasannya klasik yaitu karena faktor ekonomi. Hal ini tentu sangat aneh bila mengingat fakir miskin dan anak terlantar ditanggung oleh pemerintah. Lalu dimana peran pemerintah untuk mengatasi masalah ini? Kita memang tidak menyalahkan pemerintah, namun pada kenyataannya upaya dan usaha pemerintah dalam mengatasi masalah ini belum terlalu maksimal. Bisa kita lihat di daerah-daerah terpencil masih banyak anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan yang layak.
Berbicara mengenai pendidikan di daerah-daerah terpencil pasti banyak yang bertanya apakah pendidikan yang didapat anak-anak di daerah tersebut bermutu atau tidak? Seperti yang kita tahu pendidikan bermutu itu mahal. Masalah yang timbul disini sangat banyak antara lain rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, dll. Untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu tentunya harus ada sarana yang memadai dan mendukung seperti bangunan sekolah. Di daerah terpencil sering ditemukan gedung-gedung sekolah yang sudah tidak layak lagi digunakan dan perlu direnovasi. Dengan keadaan gedung sekolah yang rusak, tentu anak-anak yang belajar merasa tidak nyaman. Selain itu kualitas guru di Indonesia masih sangat memprihatinkan terutama di daerah terpencil, masih banyak guru yang dinyatakan tidak layak untuk mengajar, kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan pendidikan dari guru itu sendiri. Sehingga masih banyak guru yang belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya. Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas perlu adanya upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan di Negara ini.  Terutama upaya dari pemerintah untuk lebih tegas dalam mengatasi masalah yang berhubungan dengan penyelewengan dana pendidikan, pemerintah harus mengambil tindakan yang keras dan tegas untuk orang-orang atau lembaga-lembaga yang melanggar aturan-aturan negara yang telah dibuat.
Rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru dan mahalnya biaya pendidikan merupakan salah satu masalah pendidikan yang sangat serius dan memprihatinkan yang dialami oleh Negara ini. Sehingga perlu adanya perubahan. Perubahan itu dimulai dari diri kita sendiri apabila kita memang benar-benar menginginkan perubahan itu kita bisa mencoba dari upaya yang kecil yan tentunya bisa bermanfaat buat bangsa dan Negara.
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan Negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu. Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia Internasional.

Balgis Inayah
Industrial Engineering
1112003020

Friday, November 11, 2011

Kemiskinan

Kemiskinan
Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.[1] Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yangg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa). Sementara kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan[2].
Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.
Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang (12,49 persen), turun 1,00 juta orang (0,84 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2010 yang sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Selama periode Maret 2010―Maret 2011, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sekitar 0,05 juta orang (dari 11,10 juta orang pada Maret 2010 menjadi 11,05 juta orang pada Maret 2011), sementara di daerah perdesaan berkurang sekitar 0,95 juta orang (dari 19,93 juta orang pada Maret 2010 menjadi 18,97 juta orang pada Maret 2011). [3]

Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah selama periode ini. Penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2010 sebesar 9,87 persen, menurun sedikit menjadi 9,23 persen pada Maret 2011. Di lain pihak, penduduk miskin di daerah perdesaan pada Maret 2010 sebesar 16,56 persen, juga menurun sedikit menjadi 15,72 persen pada Maret 2011.

Jika dipandang dari pengertian kemiskinan sebagai kemiskinan absolute, maka pemerintah Indonesia telah melanggar salah satu pasal dalam UUD 1945, yaitu pasal 34 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” . Ironis sekali. dengan kenyataan yang ada. Padahal semua warga Indonesia mempunyai hak yang sama dalam berkehidupan. Namun demikian, dengan keberadaan pasal 34 UUD 1945, tragisnya malah semakin banyak fakir miskin dan anak terlantar di Indonesia. Karena mungkin munculnya anggapan dengan menjadi fakir miskin dan anak terlantar, hidupnya akan terjamin oleh pemerintah. Padahal pasal tersebut berfungsi agar tidak semakin banyak fakir miskin di Indonesia. Pasal tersebut juga mungkin disalahartikan oleh pihak pemerintah,dalam pasal tersebut, disebutkan “dipelihara oleh negara”. Bukan berarti di dalam pasal tersebut fakir miskin dan anak terlantar dipelihara dalam arti memelihara agar semakin banyak, tetapi jika ada fakir miskin dan anak terlantar kehidupannya akan dijamin oleh negara.

Kemiskinan tersebut juga bisa terjadi karena terjadinya penyalahgunaan uang negara yang seharusnya digunakan untuk rakyat tidak mampu malah dikorupsikan oleh sebagian oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal tersebut sangat melanggar  Pasal 2 dan atau 3 dan atau 12 b UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, kemiskinan di Indonesia juga melanggar nilai Pancasila sila ke 5 yang berbunyi “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. SIla tersebut sangat bertentangan dengan kenyataan yang ada, yaitu tidak adanya keadilan dalam kehidupan, yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya.

Selain itu, kemiskinan juga terjadi karena banyak rakyat Indonesia yang tidak mendapatkan pekerjaan. Lapangan pekerjaan yang sangat terbatas sangat mempengaruhi kehidupan karena jika tidak mempunyai pekerjaan, maka tidak akan mendapatkan uang. Susahnya mendapatkan pekerjaan juga diakibatkan oleh rendahnya pendidikan di rakyat Indonesia. Banyak rakyat Indonesia yang menganggap pendidikan tidak begitu penting, padahal jika ingin melamar pekerjaan di dalam sebuah perusahaan ataupun di sebuah lembaga, pendidikan sangatlah dibutuhkan. Akhir-akhir ini juga di era globalisasi, banyak saingan yang berasal dari negara luar yang juga memperebutkan lapangan pekerjaan di Indonesia. Hal ini makin mempersulit rakyat Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan dan juga makin meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia.

Kemiskinan di Indonesia dapat diatasi dengan cara:
·         Memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada rakyat Indonesia yang benar-benar tidak mampu
·         Menerapkan system pemerintahan yang benar-benar transparan untuk mecegah terjadinya pennyalahgunaan dana
·         Memberikan hukuman berat kepada oknum-oknum yang menyalahgunakan dana untuk mencegah terjadinya korupsi oleh orang lain
·         Menggalakkan sistem Wajib Belajar 9 tahun agar rakyat Indonesia menjadi masyarakat yang terdidik dan siap untuk terjun ke dunia internasional untuk mendapatkan pekerjaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri


·         Membatasi Warga Negara Asing (WNA) yang berada di Indonesia agar seluruh warga Indonesia terjamin mendapatkan pekerjaan dan hal tersebut bisa mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.
·         Membuka lapangan pekerjaan baru, selain untuk mengurangi angka pengangguran, juga dapat mengurangi angka kemiskinan di Indonesia
·         Lapangan pekerjaan dibuat khusus bagi rakyat Indonesia saja. Dengan demikian angka kemiskinan Indonesia akan menurun
·         Diberikan penyuluhan di tiap-tiap daerah betapa pentingnya pendidikan di Indonesia dan diberikan lapangan pekerjaan yang sesuai ditempat.


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan
[2] http://statmisker.wordpress.com/2010/08/13/kemiskinan-relatif-relative-poverty/
[3] http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan-01jul11.pdf


Iqbal Maulanasani Perdata
Industrial Engineering
1112003007

Thursday, November 10, 2011

Front Pembela Islam (FPI)

Front Pembela Islam (FPI)
FPI dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (atau 24 Rabiuts Tsani 1419 H) di halaman Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, di Selatan Jakarta oleh sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabotabek. Pendirian organisasi ini hanya empat bulan setelah Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, karena pada saat pemerintahan orde baru presiden tidak mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun. FPI pun berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum Islam di negara sekuler.
Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar di setiap aspek kehidupan.
Latar belakang pendirian FPI sebagaimana diklaim oleh organisasi tersebut antara lain:
  1. Adanya penderitaan panjang ummat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa.
  2. Adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor kehidupan.
  3. Adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta ummat Islam.
Front Pembela Islam (FPI) telah lama ada di negara ini, dan bahkan FPI telah banyak bertindak dalam hal-hal yang bertentangan dengan Islam. Banyak tragedi yang telah dilakukan oleh FPI, yaitu menggusur klub malam, membakar minuman-minuman keras, bahkan pernah terjadi peperangan antara pemilik rumah makan dengan pihak FPI dikarenakan FPI memaksa pihak rumah makan untuk menutup rumah makannya. Salah satu insiden yang paling terkenal yang dilakukan oleh FPI adalah Insiden Monas yang terjadi pada 1 Juni 2008
Insiden Monas adalah istilah yang digunakan oleh media dalam laporannya mengenai serangan yang terjadi pada aksi yang dilakukan oleh "Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan" (AKKBB) di Monas pada 1 Juni 2008, tepat pada hari kelahiran Pancasila. Insiden ini bermula ketika AKKBB akan menggelar aksi di Monas, Jakarta, pada 1 Juni 2008 namun belum lama aksi dimulai, kumpulan masa AKKBB diserang oleh masa beratribut FPI. Massa FPI memukuli anggota Aliansi Kebangsaan dengan berbagai cara, anggota FPI tak berhenti menyerang mereka juga menghancurkan peralatan pengeras suara, merusak dan membakar spanduk. Tercatat 14 orang terluka dan sembilan di antaranya dirujuk ke rumah sakit. Aksi yang sudah dikoordinasikan dengan polisi ini bubar tercerai berai, beberapa orang melarikan diri ke Galeri Nasional sembari mengajak wartawan untuk ikut menyelamatkan diri. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira membantah polisi telah melakukan pembiaran pada aksi yang dikawal polisi ini.
Insiden Monas tersebut merupakan tindakan yang sangat anarkis, dan merupakan tindakan yang menentang HAM. Padahal negara telah menjamin HAM dalam pasal 27 ayat 2 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. FPI telah melukai 23 orang tak berdosa karena tindakan anarkisnya. Selain itu juga, FPI juga merebut hak mendapatkan rasa aman. FPI melakukan tindakan tidak manusiawi dan tindakan tersebut sangat tidak diperlukan dalam sebuah demonstrasi.
FPI juga merugikan bangsa dan negara, FPI merusak fasilitas-fasilitas negara, merusak hal milik pribadi atau kelompok. Dimana partisipasi negara? Dimana peran pemerintah? Disaat seperti inilah, peran negara sangat dibutuhkan dimana negara punya wewenang khusus untuk mengatasi tindakan FPI. Pemerintah padahal bertugas untuk memberikan rasa aman kepada rakyatnya. Namun kenyataannya, rasa aman tersebut belum bisa direalisasikan oleh pemerintah. Banyak rakyat Indonesia masih merasakan kegelisahan dan ketidaktenteraman yang seharusnya keamanan tersebut dijamin oleh pihak pemerintah seperti yang telah disebutkan di dalam pasal 30 ayat 4 tentang keamanan dan ketertiban.
Selain itu juga, FPI juga telah salah paham dengan ideologi Negara. FPI menginginkan negara Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum Islam. Padahal Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Negara Indonesia menggunakan dasar hukum menurut Pancasila, namun FPI menginginkan Negara Indonesia menggunakan dasar hukum menurut Al-Qur’an. Namun Negara Indonesia mempunyai bermacam-macam suku dan agama, dan mungkin setiap agama dan suku tersebut mempunyai adat/tradisi yang berbeda dengan FPI. Negara Indonesia juga menjamin Hak beragama dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Negara juga telah melanggar UUD 1945 Bab XII mengenai Pertahanan dan Keamanan Negara, pasal 30 ayat 4, yang berbunyi “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum”.  Negara melanggar UUD dikarenakan Negara tidak menjamin keamanan rakyatnya. FPI telah melukai 23 orang dan dapat dilihat dalam insiden tersebut, Negara terlambat menindaklanjuti tindakan anarkis FPI sehingga terjadi lah adanya korban dalam kerusuhan tersebut. Seharusnya Negara lebih cepat menindaklanjuti tindakan FPI tersebut sehingga bisa mencegah terjadinya berjatuhan korban dalam insiden Monas tersebut.
Untuk mencegah terjadinya insiden-insiden yang dilakukan oleh FPI, dapat diatasi dengan cara berikut:
  1. 1.       Diberikan penyuluhan dengan salah satu anggota FPI dan Pemerintahan karena Pemerintah mempunyai hak penuh untuk menindaklanjuti apa yang dilakukan oleh FPI. Pemerintah menjelaskan kepada FPI bahwa negara Indonesia merupakan negara Kesatuan yang mempunyai agama dan suku yang beragam, tidak hanya agama Islam walaupun negara Indonesia mayoritas beragama Islam, dan negara juga berlandaskan atas nilai Pancasila dan UUD 1945 sebagai sumber hukum Negara, dan bukan Al-Qur’an karena tidak semua nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an sesuai dengan kebiasaan atau adat untuk agama lain. Pemerintah juga mengadakan perjanjian dengan FPI, dimana perjanjian tersebut berisikan perjanjian damai dengan FPI dan agar FPI tidak melakukan tindak kerusuhan di Indonesia dan memberi peringatan keras kepada FPI.
  1. 2.    Jika perjanjian tersebut dilanggar oleh FPI, maka pihak pemerintah harus membubarkan FPI, karena jika FPI tetap berlanjut maka FPI bisa merugikan baik untuk pihak pemerintah maupun pihak negara karena FPI telah melanggar banyak nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945 dan telah mengabaikan nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.
  1. 3.      Diberikan forum tersendiri untuk FPI yang berkenaan dengan keagamaan agar tidak terjadi perbedaan pendapat dan kerusuhan yang dilakukan oleh FPI. FPI juga diberikan  tempat khusus untuk melakukan orasi dalam mengemukakan pendapat agar FPI tidak berorasi di sembarang tempat
  1. 4.     Pemerintah memberi perhatian khusus kepada pihak FPI dan memberi perlakuan khusus agar FPI tidak lepas dari control pemerintah

Jika solusi tersebut sudah dilaksanakan, masalah FPI jika teratasi dan tidak akan ada insiden-insiden lagi yang dilakukan oleh FPI yang terjadi dan akan tercipta perdamaian dan keamanan di Indonesia.
 
Copyright (c) 2010 House of Citizenship. Design by WPThemes Expert

Themes By Buy My Themes, Gifts for GirlFriend And Skull Belt Buckles.